الاثنين، 31 ديسمبر 2012

Apoteker as Marketeer

Setelah menyelesaikan Sarjana Farmasi tahun 1995, saya mencoba menggeluti dunia marketing farmasi, pilihan waktu itu mencoba menjadi Medical Representatif, berbagai usaha dilakukan termasuk mempelajari dunia marketing. Pelajaran marketing yang didapat lebih banyak berbasis "kamuflase Marketing" dari pada "true Marketing". Awalnya saya memahami marketing itu adalah kemampuan seseorang untuk meraih pasar dari produk yang mereka miliki dengan mengedepankan kelebihan produk mereka dan "menyembunyikan" kelemahan produk tersebut. Bukanlah seorang marketing sejati jika dia tidak dapat menjual sebuah produk selagi produk tersebut dapat digunakan. Akan menjadi "aib" bagi tenaga marketing jika tidak mampu menjual produk seperti apapun kondisi produk tersebut. Bahkan ungkapan bahwa percuma menjadi tenaga marketing jika hanya menjual produk laku. Artinya seorang tenaga marketing harus mampu memasarkan produk "kurang berkualitas" sekalipun dengan strategi marketing yang mereka agungkan. Berbekal didikan orang tua sejak usia 9 tahun yang ditempa menjadi tenaga penjual "produk es lilin" saya mulai menyukai ilmu marketing. Saya baru sadar bahwa selama ini orang tua saya yang berdarah minang hanya mengajarkan kemampuan sebagai Seller bukan marketeer. Berbagai tantangan saya terima walau di awal karir saya sebagai Medical Representatif harus berakhir karena ditempatkan di kota Medan. Saya tidak menerimanya karena beberapa bulan ke depan saya harus mengikuti Ujian Negara Apoteker di Jurusan Farmasi Universitas Andalas Padang.
Walau untuk sementara saya vacum di dunia marketing farmasi ilmu marketing tetap menjadi andalan saya dalam bekerja sebagai "guru matematika" di lembaga pendidikan yang kami dirikan di kota Padang. Bahkan dengan "jumawa" saya mengatakan dunia marketing banyak mempengaruhi kesuksesan saya menyelesaikan pendidikan Apoteker yang hanya dalam waktu 9 bulan. Sungguh saya menyesal, karena teman teman saya lebih mengenal saya sebagai "Tukang Lobby" dari pada "Tukang apoteker". Memasuki dunia kerja dengan bidang usaha yang berbeda saya masih menjalankan ilmu marketing untuk menjalankan amanah yang diberikan. Sebagai seorang yang telah ditempa dunia entrepreneur sejak kecil hampir tidak pernah saya mengalami kendala dalam "berdagang". Bisa dikatakan unit bisnis yang saya jalankan hampir selalu membukukan pertumbuhan di atas 25% walau pada unit usaha tersulit sekalipun. Sampai suatu ketika saya membaca buku tentang "Marketing Muhammad" manusia paripurna tersebut.

Kala seorang pedangang susu berjualan dari satu kota ke kota lainnya, para konsumen lebih tertarik membeli susu darinya. Walau banyak pedagang lain yang menjual susu kualitas sama dengan harga yang lebih murah tetap saja susu pedagang tadi yang lebih laku. Tidak hanya susu yang menjadi andalannya namun hampir semua komuditi yang dijual selalu laris manis. Suatu ketika pedagang tersebut menjual kain dengan harga yang lebih murah dari pedagang lain, para konsumen tetap memilih beliau sebagai "toko" pilihan. Pendek kata, apapun yang ia jual selalu mendapat tempat istimewa bagi konsumen sehingga "harga" tidak lagi menjadi pertimbangan. Fenomena ini sangat menarik dan saat dikaji lebih dalam maka munculah pertanyaan : kenapa susu yang dijual lebih mahal dari "pesaing" tetap laku? dan kenapa kain yang dijual bisa lebih murah namun tetap laku. Sebuah kisah (hasil penelitian) mendeskripsikan bahwa susu yang dijual pedagang tersebut lebih mahal karena takarannya pas (kualitas ukuran) dibandingkan pedagang lain. Sementara kain yang dijual murah karena pada bagian pojok kain tersebut sudah rusak (robek). Uniknya pedagang tersebut memberitahu kepada pelanggannya bahwa kain itu robek. Artinya kelemahan dari produk yang dijual disampaikan kepada pelanggan serta menjual dengan takaran yang sesuai (kejujuran) pada susu dipertahankan walaupun harganya relatif mahal.

Kisah di atas meninginspirasi penulis akan pentingnya True Marketing sehingga Kamuflase Marketing sama sekali tidak menguntungkan kita dalam waktu yang lama. Agaknya teori inilah yang bisa digunakan Apoteker dalam memasarkan produk mereka terutama produk pelayanan kefarmasian yang menjadi tulang punggung pelayanan kesehatan masyarakat pada umumnya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kejujuran dan keikhlasan merupakan dasar ilmu Marketing sehingga kualitas produk menjadi "amunisi" bagi para Marketeer dalam memainkan perannya di tengah masyarakat global. Semoga ulasan sederhana ini dapat mengispirasi kita dalam bekerja terutama dalam berhubungan dengan konsumen.

الأحد، 30 ديسمبر 2012

Entrepreneurship Apoteker

Profesi Apoteker pada hakekatnya adalah model entrepreneur bidang farmasi. Saat ini program pendidikan Apoteker telah menetapkan dalam salah satu mata kuliahnya tentang entrepreneurship atau kewirausahaan. Sementara Apoteker yang ada saat ini belumlah mampu secara komprehensif menjadi seorang entrepreneur. Entrepreneur awalnya diterjemahkan sebagai pengusaha atau orang yang memiliki usaha sendiri. Akan tetapi pengertian tersebut saat ini kurang tepat, karena entrepreneur adalah jiwa kewirausahaan seseorang dalam menjalani pekerjaannya. Misalnya seorang pejabat negara harus mempunyai jika entrepreneur dalam menjalankan tugasnya agar amanah yang dibrikan dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Belakangan ini malah banyak pengusaha yang masuk ke birokrasi, walau tidak sepenuhnya benar namun kondisi tersebut sedikit banyaknya dapat merubah wajah birokrasi kita. Misalnya pasangan Jokowi Ahok di DKI Jakarta.
Memupuk jiwa entrepreneur Apoteker dapat dimulai dari pekerjaan yang ditekuni saat ini. Bagaimana seorang Apoteker mampu menjadi pemimpin di unit usaha farmasi yang dikelolanya bagaikan seniman memimpin orkestra. Pada Blog ini Penulis akan berbagi pengalaman sebagai Apoteker yang pernah mengelola berbagai bisnis kesehatan dan farmasi walaupun bisnis tersebut belum milik sendiri. Pengalaman tersebut diantaranya saat mengelola Chain Pharmacy (Apotek Jaringan), Trading and Distribution (Pedagang Besar Farmasi/PBF), Optik dan Klinik Kesehatan, Laboratorium Klinik, Asuransi Kesehatan (Jaminan Pemeliharaan Kesehatan/JPKM), Pendidikan (sebagai dosen dan Trainer), Industri Farmasi, Industri Kosmetik, Industri Castor Oil dan Edible Oil. Uraian pengalaman ini sangat sederhana dengan harapan dapat menginspirasi para Apoteker muda dalam berkarya dan melakukan praktik kefarmasian. Semoga...